Oleh Herie Purwanto
Wali Kota Pekalongan dr M Basyir Ahmad mempunyai obsesi wilayah kerjanya menjadi Kota disiplin, yaitu kota yang warganya menjunjung ketaatan norma-norma. Nantinya tidak ada lagi orang merokok di sembarang tempat, pelajar keluyuran pada jam sekolah, pegawai belanja di mal pada jam kerja, warga seenaknya membuang sampah sehingga mengotori sungai dan sebagainya.
Dalam hal berlalu lintas, warga dengan penuh kesadaran mematuhi peraturan, pedagang kaki lima pun tidak sembarangan menggelar dagangan di trotoar hingga menyita badan jalan. Pasar tradisional juga menggeliat karena diberi hak untuk berkembang dengan mengatur secara bijak perizinan bagi toko modern.
Keinginan Wali Kota sudah sepatutnya didukung oleh warga Kota Pekalongan, dari semua lapisan masyarakat, SKPD, pegiat lembaga swadaya masyarakat hingga tokoh masyarakat. Menjadikan sebuah kota yang disiplin, belum banyak diwacanakan oleh kepala daerah di Indonesia.
Padahal, disiplin sudah terbukti menjadi salah satu media untuk membentuk karakter masyarakat yang bisa mengantarkan ke gerbang kesuksesan. Dengan filosofi ini, beberapa hari lalu diadakan lokakarya merumuskan langkah strategis guna mewujudkan obsesi tersebut.
Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mewujudkan gagasan besar tersebut.
Pertama; perlu ada kerangka atau konsep dalam mewujudkan Pekalongan menuju Kota Disiplin. Konsep berisikan tentang perencanaan komprehensif, disertai time line, pentahapan dan pelaksanaannya.
Perumusan konsep seyogianya melibatkan semua pemangku kebijakan, dengan mengajak solidarity maker semisal tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, pedagang kaki lima, pengusaha batik, hingga pegiat lembaga swadaya masyarakat. Pelibatan mereka dalam konsep akan mempermudah tahapan berikutnya, yaitu ketika dilaksanakan sosialisasi.
Kedua; sosialisasi secara intensif. Upaya penyosialisasikan konsep bertujuan supaya semua elemen masyarakat mendukung. Melalui media massa ataupun elektronik, baik milik pemkot maupun melibatkan pihak swasta. Masyarakat diberikan gambaran dalam bentuk simulasi bagaimana sebuah kota yang disiplin. Dalam sosialisasi harus tergambarkan semua berjalan dengan tertib, teratur, dan tidak terjadi kesemrawutan.
Daya Tarik
Dalam konteks Kota Pekalongan sebagai Kota Batik yang telah mendunia, keterwujudannya sebagai Kota Disiplin, akan menjadi daya tarik plus. Bahkan dapat makin menarik kunjungan wisatawan ataupun investor. Denyut nadi perekonomian dengan sendirinya akan lebih bergairah, yang pada gilirannya akan menyejahterakan masyarakat dan daerah tersebut.
Ketiga; sinergitas. Perlu menjaga sinergi antarinstitusi dalam penerapan konsep disiplin pada tataran praktik dalam masyarakat. Pegawai instansi pemerintah selaku pemangku kepentingan harus tampil menjadi contoh lebih dulu dalam penerapan disiplin. Dimulai dari tertib saat masuk kerja, jam pelayanan kepada publik, hingga tertib saat memanfaatkan waktu istirahat.
Tertib aparat pemerintah juga diwujudkan dalam hal memberikan pelayanan prima, tanpa pungli dan semua berjalan dalam kerangka bebas KKN. Masyarakat akan menilai sejauh mana pelaksanaan disiplin yang dimulai dari jajaran pemerintah lebih dulu. Bila semua itu sudah terwujud, dengan sendirinya masyarakat lebih mudah meniru dan merasa menjadi bagian dari program itu.
Sebuah harapan yang membutuhkan partisipasi semua warga Kota Pekalongan dan diawali de¬ngan keteladanan dari jajaran pemerintahan. Tidak sulit untuk mewujudkan keteraturan karena sejatinya tiap individu ingin hidup dalam tatanan yang tertib dalam bingkai kedisiplinan yang perlu ditumbuhkan dari dalam. (Sumber: Suara Merdeka, 28 Desember 2013)
Tentang penulis:
Herie Purwanto SH MH, Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat (Kasat Binmas) Polres Pekalongan Kota, dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (Unikal)
Herie Purwanto SH MH, Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat (Kasat Binmas) Polres Pekalongan Kota, dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (Unikal)